Judul Buku: Menulis Mari Menulis
Pengarang: Ersis Warmansyah Abbas
Penerbit: Mata Khatulistiwa
Cetakan: I, Desember 2007
Ukuran: 12 x 18 cm, x + 170 halaman
Keterangan: Diterima dari EWA pada 25 Januari 2008
”Bila Bapak mampu menyelesaikan penulisan buku ini hanya dalam waktu 7 hari saja, maka saya membacanya dengan sangat bersemangat, tak lebih dari 6 jam”
Sambil menekan tombol send, dan menutup lembaran terakhir buku berjudul ‘Menulis Mari Menulis’ saya tersenyum, puas sekali. Berharap penulis buku ini menjawab pesan singkat yang saya kirim. Rupanya tak harus menunggu lama, sms saya berbalas. Dengan bahasa yang hampir sama seperti yang saya baca di beberapa bukunya, renyah. Kesan yang saya tangkap dari sosok penulis yang hanya saya kenal di dunia maya ini adalah ; seseorang yang sangat hangat dan bersahabat.
Siapa yang tak kenal dengan Ersis Warmansyah Abbas. Namanya berkibar di dunia tulis menulis. Dosen FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin ini dilahirkan di Muaralabuh Solok Selatan.
EWA, demikian beliau akrab disapa. Tulisan-tulisan ringan tidak sekedar memotivasi akan kita temui di dalam buku yang terbilang tidak terlalu tebal ini. Dengan cover hijau muda ini sangat menarik perhatian.
“Membaca buku ini, yakini seyakinnya, pengendala akan hilang ke ruang tak bertepi. Hambatan, ganjalan, rasa takut, minder, menyalahkan diri, atau apapun namanya, tidak akan berbekas lagi. Akan diraih penyadaran, menulis sangat mudah, mudah dan memudahkan. Menulis tak lebih bak ‘bersenda gurau’ belaka. Begitu entengnya, begitu mudahnya. Sampeyan telah memilih buku yang tepat untuk dibaca. Selamat”
Demikian testimoni yang tertulis di sampul belakang buku ringan namun dipastikan berkemampuan mengubah nyali pembaca ; dari tak yakin akan kemampuan diri menjadi sangat bersemangat. Di dalam buku ini, EWA seolah mengajak pembaca untuk menulis tanpa takut salah.
“Kita tak perlu belajar tata bahasa, mengeja kosakata mempelajari gramatika, sosiolinguistik, sampai hermeneutika. Sederhana saja, apabila ingin mengasah kemampuan menulis adalah dengan menulis” hlm 4.
Bila kita beranggapan bahwa di dalam buku ini kita akan mendapatkan banyak hal tentang teori menulis, itu salah besar. Buku ini tidak menyajikan teori, namun lebih dari itu sebuah semangat dan kekuatan telah dipompakan EWA kepada pembacanya.
“Apabila teori menghambat , membelenggu, atau menjadikan kita mandeg menulis, buat apa teori? Buang saja, itu belenggu” hlm 28.
Ini yang membuat saya yang semula menulis tanpa rasa percaya diri karena tidak memiliki bekal teori menulis yang memadai, kini memercayakan otak dan membiarkan jemari menari lincah di tuts keyboard. Saya tak lagi sibuk menekan tombol backspace ketika kata kata menjadi kalimat.
Berkeinginan menulis adalah modal untuk bisa menulis. Lihat !!! Hanya dengan keinginan menulis saja kita bisa menjadi penulis. Tak perlu sekolah tinggi untuk bisa menjadi penulis, menulis itu mudah, jadikan menulis sebagai sebuah kebiasaan. Begitu berkali-kali EWA menekankan.
EWA juga mengajak kita menyingkirkan perasaan takut yang menurut sangat tidak kontributif dalam kegiatan menulis. Ketakutan hanya akan membelenggu.
Pada bab terakhir buku ini, EWA mengajak pembaca berkelana dalam puisi-puisi yang lahir sebagai anak nuraninya. Ada lima pucuk puisi yang ditampilkan disini, diantaranya adalah Surat Buat Kekasih yang diterbitkan oleh Gama Media Yogyakarta. Puisi-puisi EWA begitu gamblang, mengalir seperti air, meski tanpa liuk-liuk diksi yang mampu menerbangkan imajinasi pembaca. Namun…puisi EWA adalah ciri; tidak dapat diragukan lagi, EWA adalah penulis yang puitis sekaligus pemberi semangat. Akan tercatat dalam sejarah sejajar dengan penulis senior kenamaan lainnya.
Bagaimana menurut sampeyan? (Nai)
Tinggalkan Balasan ke unai Batalkan balasan